CONTACT US
LEGAL CONSULTATION
CONTACT US
PROSEDUR PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN UANG
- CREATED ON WEDNESDAY, 16 OCTOBER 2013 03:27
- LAST UPDATED ON WEDNESDAY, 16 OCTOBER 2013 03:27
- WRITTEN BY AGUST
Pertanyaan:
Bapak Hotma Sitompoel yang saya hormati, saya ingin bertanya. Suami saya sedang ditahan oleh Polisi karena dituduh melakukan tindak pidana penipuan. Saya dan suami saya suatu kali meminta agar penahanan atas suami saya ditangguhkan, tetapi oleh pihak Polisi diminta sejumlah uang sebagai jaminan agar suami saya dapat ditangguhkan. Pertanyaan saya, apakah uang jaminan yang diminta oleh Polisi itu sah atau tidak? Terimakasih.
Reni, Jakarta
Jawaban:
Terimakasih ibu Reni atas pertanyaannya. Sebelum Saya menjawab terkait sah atau tidaknya uang jaminan yang diminta oleh Polisi, Saya akan menerangkan terlebih dahulu tentang penahanan dan alasan kenapa seseorang ditahan.
Defenisi penahanan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat (21) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, adalah sebagai berikut:
“Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Dalam hal ini, penegak hukum yaitu Polisi, Jaksa atau Pengadilan berhak untuk menahan seseorang dan menetapkan jenis penahanan apa yang diberikan kepada seorang tersangka atau terdakwa. Mereka juga berhak untuk tidak menahan atau menangguhkan penahanan atas diri seseorang.
Adapun alasan dilakukannya penahanan terhadap seseorang, didasarkan pada ketentuan Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi sebagai berikut:
“Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.”
Selain itu juga, dalam ketentuan Pasal 21 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidanakembali ditegaskan, tentang tindak pidana yang dikenakan penahanan, yaitu sebagai berikut:
“Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat(3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (Pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086).
Itulah alasan-alasan yang dapat dikenakan sebagai dasar untuk melakukan penahan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Namun disamping itu, seorang tersangka atau terdakwa berhak untuk mengajukan penangguhan penahanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
“Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”
Dalam ketentuan pasal ini jelas sudah, bahwa seseorang berhak untuk ditangguhkan penahanan. Penahanan itu sendiri dapat ditangguhkan dengan memberikan jaminan. Jaminan yang dimaksud dapat berupa jaminan sejumlah uang atau pun dengan jaminan orang.
Sebagaimana yang dimaksud dalam pertanyaan ibu Reni, apakah jaminan uang yang diminta oleh Polisi sah atau tidak? Jika mengacu pada ketentuan Pasal 31 ayat (1) KUHAP tersebut, maka hal itu sah, karena telah diatur dengan jelas di dalam peraturan perundang-undangan. Namun perlu diingat bahwa jaminan uang tidak diserahkan kepada Polisi. Dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dijelaskan sebagai berikut:
“Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.”
Menurut Surat Keputusan kapolri No. Pol. : Skep / 1205 / IX / 2000, tanggal 11 September 2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, Penangguhan Penahanan yang dilakukan atas Jaminan Uang diadakan dengan ketentuan:
· Dibuat perjanjian antara Penyidik dengan Tersangka atau Penasehat Hukumnya dengan menentukan syarat-syaratnya
· Jumlah uang jaminan harus secara jelas disebutkan dalam perjanjian yang besarnya ditetapkan oleh penyidik
· Uang jaminan disetorkan sendiri oleh pemohon atau penasehat hukumnya atau keluarganya ke Panitera Pengadilan Negeri dengan Formulir penyetoran yang dikeluarkan oleh Penyidik
· Bukti setoran dibuat rangkap 3, selembar untuk arsip panitera, selembar dibawa oleh yang menyetorkan, selembar lagi dikirim oleh panitera untuk penyidik
· Berdasarkan tanda bukti penyetoran uang tersebut, maka penyidik kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penangguhan Penahanan
Demikian proses penangguhan penahanan dengan Jaminan uang yang dapat saya jelaskan, kiranya dapat memberi pencerahan. Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar