Perusahaan Leasing Tak Berhak Tarik Motor Macet Cicilan


Apalagi, impian mempunyai motor semakin dipermudah dengan menjamurnya perusahaan pembiayaan (leasing). Hanya Rp 500 ribu-Rp 1 juta saja, sebuah motor baru sudah di tangan. Konsekuensinya, membayar cicilan per bulan dengan termin berbeda-beda. Ada yang hanya 12 bulan hingga 30 bulan.

Namun, sebagai warga kelas menengah, tentu ada kalanya mengalami kantong kembang-kempis. Akibatnya, cicilan motor bisa tertunda. Sehari, dua hari, seminggu, atau bahkan sebulan. Dalam kondisi tersebut, hal yang terbayang pertama kali adalah motor akan ditarik atau disita. Bahkan, sebagai warga negara yang awam hukum, keputusan leasing menarik motor merupakan hal yang wajar. Sebab kenyataannya, memang itulah yang terjadi.

Namun, benarkah demikian? Ternyata tidak. Motor tetap di tangan si pemilik sampai pengadilan memutuskan untuk melelang motor tersebut. Itu artinya, perusahaan leasing tidak berhak menarik atau menyita. Pelibatan jasa debt collector juga dipastikan melanggar hukum

“Pembelian dg cara kredit ini memang menguntungkan banyak pihak. Konsumen diuntungkan krn bs memiliki kendaraan dg dana yg terbatas

Pihak Bank atau Perusahaan Leasing sgt diuntungkan krn memperoleh profit yg sangat besar dr industri ini

Pihak dealer juga diuntungkan krn dagangannya laris manis. Dan pihak leasing akan memberi bonus utk tiap unit yg terjual

Tdk heran saat ini banyak dealer2 yg tidak terima pembayaran secara cash, hrs dg cara kredit. Ini biasanya tjd pd dealer sepeda motor

Jika saling menguntungkan begini kan seharusnya tdk ada masalah. Win-win, semua masuk surga

Tapi rupanya banyak masalah yg muncul dr usaha ini. Kebanyakan dikarenakan adanya praktek2 curang yg dilakukan oleh pihak Bank/Leasing

Saat aplikasi kredit kita telah disetujui oleh pihak Bank/Leasing, maka kita diwajibkan utk membayar DP (uang muka)

Aturan terbaru (2012) utk kredit motor DP minimal sebesar 20% dan utk kredit Mobil DP minimalnya sebesar 25%

Selanjutnya, dilakukanlah perjanjian kredit (akad kredit) antara debitur (konsumen) dan kreditur (Bank/Perusahaan Leasing)

Pd tahap inilah kecurangan Bank/Leasing dimulai. Bagi masyarakat umum yg tdk jeli sulit melihat kecurangan ini

Namun kami ingatkan, dibalik wajah2 ramah dan pakaian necis para pegawai tsb sebenarnya mrk sdg menjalankan usaha yg licik dan jahat!

Dlm proses akad kredit pernahkah pihak Bank/Leasing memberikan draft perjanjiannya beberapa hari sebelumnya utk kita pelajari?

Tdk pernah! Bahkan jika kita minta pun tdk akan pernah mrk berikan! Kenapa demikian?

Jawabannya sederhana. Agar kita tdk sempat memahami dg baik apa isi dari perjanjian tsb!

Perjanjian akad kredit yg berlembar2 itu selalu diberi pihak Bank/Leasing mendadak, sesaat seblm kt tanda tangan

Dari gejala ini seharusnya kita menyadari bahwa ada sesuatu yg disembunyikan dlm perjanjian tsb!

Pd kenyataannya isi dr perjanjian itu banyak yg bersifat sepihak, merugikan konsumen, bahkan melanggar hukum!

Inilah alasannya mengapa Bank/Leasing tdk menerima pengacara atau polisi sbg konsumennya

Perjanjian yg kt tanda tangani tsb disebut oleh pihak Bank/Leasing dsb sbg Perjanjian Fidusia. Apakah perjanjian Fidusia itu?

Perjanjian fidusia adlh perjanjian hutang piutang antara kreditur dg debitur yg melibatkan penjaminan yang kedudukannya tetap dlm penguasaan pemilik jaminan dan dibuat Akta Notaris dan didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia”

Dg perjanjian fidusia ini keditur (pihak pemberi kredit) memiliki hak eksekutorial langsung jk debitur melakukan pelanggaran perjanjian

Pertanyaannya adalah, apakah perjanjian yg kt tanda tangani saat akad kredit itu termasuk perjanjian fidusia? Jawabannya, TIDAK!

Pernahkah dlm proses penandatanganan akad kredit pembelian motor bahkan mobil kita dihadapkan pd Notaris? TIDAK!

Hanya dg memberi kata2 “Dijaminkan Secara Fidusia” tdk lantas secara otomatis membuatnya mjd sebuah perjanjian fidusia

Perjanjian yg kita tanda tangani dg tdk dihadapan notaris itu disebut “Perjanjian Dibawah Tangan”

Msh bayak kecurangan2 lain yg dilakukan pihak Bank/Leasing, spt skema cicilan dan penalti pelunasan yg sgt merugikan konsumen

Sering kita temui keluhan konsumen yg sdh melewati setengah masa termin cicilannya namun mendapati hutangnya hanya berkurang sedikit

Namun kita akan fokus pd konsekuensi yg harus kita hadapi saat mengalami gagal bayar. Utk lebih memahami, mari kita buat ilustrasinya:

Jk kita kredit motor/mobil utk jangka waktu 3 tahun. Lantas setelah memasuki tahun ketiga tiba2 kt tdk lagi mampu membayar cicilan

Adilkah jk dlm kondisi tsb mobil/motor kita disita? Dan benarkah motor/mobil kita boleh disita?

Ingat, sebelumnya kita sdh membayar uang DP (20-25% dr harga) dan selama 2 tahun kita sudah membayar cicilan dg tertib

Artinya dari sisi keadilan, hak kita terhadap motor/mobil tsb jauh lebih besar dibanding hak pihak Bank/Leasing (DP + cicilan 2 thn)

Terlepas dr sisi keadilan. Dari segi hukum pun ternyata sama sekali tdk berhak menyita motor/mobil kita itu. Mengapa demikian?

Pertama, Sebagaimana sdh dibahas diatas bhw perjanjian yg kt tanda tangani tsb sama sekali bkn perjanjian fidusia

Artinya pihak kreditur tdk memiliki hak eksekutorial atas jaminan (motor/mobil)
Kedua, Dlm STNK dan BPKB motor/mobil tsb yg tertera adalah nama kita, bukan nama Bank/Leasing

Artinya motor/mobil tsb secara hukum sah merupakan milik kita, bukan milik Bank/Leasing.

Sedangkan hubungan antara kita dg pihak Bank/Leasing adlh hubungan hutang piutang biasa

Ketiga, Satu2nya pihak yg berhak melakukan eksekusi di negara ini adalah Pengadilan melalui keputusan eksekusi pengadilan

Artinya Bank/Leasing apalagi debt collector sama sekali tdk berhak melakukan eksekusi dg alasan apapun

Tentu saja Bank/Leasing tdk mau menempuh proses pengadilan krn selain memerlukan biaya juga butuh waktu yg tdk sebentar

Dan keputusan pengadilan pasti akan memerintahkan utk dilakukan pelelangan terhadap motor/mobil kt tsb

Dimana hasil lelang harus dibagi dua. Pertama utk membayar sisa hutang kt kpd Bank/Leasing, sisanya mjd hak kita

Cara diatas adalah cara yg sesuai aturan hukum dan tentu saja adil bagi kedua belah pihak. Namun Bank/Leasing tdk menyukainya

Kalau bisa merampas semua mengapa harus berbagi? Itulah alasan mengapa proses penyitaan sepihak spt itu msh saja tjd

Disini kita mulai memahami bahwa proses penyitaan motor/mobil kita tsb sesungguhnya melanggar hukum

Namun seringkali sebagai org yg tdk tahu hukum justru kita yg ditakut2 oleh pihak Bank/Leasing

Karena tahu tdk memiliki dasar hukum maka mrk selalu memakai tenaga pihak ketiga yaitu debt collector

Penggunaan jasa pihak ketiga (Debt Collector) ini adalah upaya pengecut pihak Bank/Leasing utk cuci tangan...

Manakala muncul masalah akibat proses penyitaan yg melanggar hukum tadi. Alasannya tentu saja demi efisiensi

Penting diingat bahwa kasus ini adalah kasus hutang piutang (Perdata) bukan kasus pidana

Jd bahkan polisi pun tdk blh ikut campur apalagi Debt Collector. Mk jgn terkecoh oleh oknum polisi yg sering membekingi debt collector

LEGAL CONSULTATION


CONTACT US

PROSEDUR PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN UANG

Pertanyaan:
Bapak Hotma Sitompoel yang saya hormati, saya ingin bertanya. Suami saya sedang ditahan oleh Polisi karena dituduh melakukan tindak pidana penipuan. Saya dan suami saya suatu kali meminta agar penahanan atas suami saya ditangguhkan, tetapi oleh pihak Polisi diminta sejumlah uang sebagai jaminan agar suami saya dapat ditangguhkan. Pertanyaan saya, apakah uang jaminan yang diminta oleh Polisi itu sah atau tidak? Terimakasih.
Reni, Jakarta


Jawaban:
Terimakasih ibu Reni atas pertanyaannya. Sebelum Saya menjawab terkait sah atau tidaknya uang jaminan yang diminta oleh Polisi, Saya akan menerangkan terlebih dahulu tentang penahanan dan alasan kenapa seseorang ditahan.
Defenisi penahanan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat (21) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, adalah sebagai berikut:
“Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Dalam hal ini, penegak hukum yaitu Polisi, Jaksa atau Pengadilan berhak untuk menahan seseorang dan menetapkan jenis penahanan apa yang diberikan kepada seorang tersangka atau terdakwa. Mereka juga berhak untuk tidak menahan atau menangguhkan penahanan atas diri seseorang.
Adapun alasan dilakukannya penahanan terhadap seseorang, didasarkan pada ketentuan Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi sebagai berikut:
“Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.”
Selain itu juga, dalam ketentuan Pasal 21 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidanakembali ditegaskan, tentang tindak pidana yang dikenakan penahanan, yaitu sebagai berikut:
“Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a.    Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b.    Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat(3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (Pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086).
Itulah alasan-alasan yang dapat dikenakan sebagai dasar untuk melakukan penahan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Namun disamping itu, seorang tersangka atau terdakwa berhak untuk mengajukan penangguhan penahanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
“Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”
Dalam ketentuan pasal ini jelas sudah, bahwa seseorang berhak untuk ditangguhkan penahanan. Penahanan itu sendiri dapat ditangguhkan dengan memberikan jaminan. Jaminan yang dimaksud dapat berupa jaminan sejumlah uang atau pun dengan jaminan orang.
Sebagaimana yang dimaksud dalam pertanyaan ibu Reni, apakah jaminan uang yang diminta oleh Polisi sah atau tidak? Jika mengacu pada ketentuan Pasal 31 ayat (1) KUHAP tersebut, maka hal itu sah, karena telah diatur dengan jelas di dalam peraturan perundang-undangan. Namun perlu diingat bahwa jaminan uang tidak diserahkan kepada Polisi. Dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dijelaskan sebagai berikut:
“Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.”
Menurut Surat Keputusan kapolri No. Pol. : Skep / 1205 / IX / 2000, tanggal 11 September 2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, Penangguhan Penahanan yang dilakukan atas Jaminan Uang diadakan dengan ketentuan:
·         Dibuat perjanjian antara Penyidik dengan Tersangka atau Penasehat Hukumnya dengan menentukan syarat-syaratnya
·         Jumlah uang jaminan harus secara jelas disebutkan dalam perjanjian yang besarnya ditetapkan oleh penyidik
·         Uang jaminan disetorkan sendiri oleh pemohon atau penasehat hukumnya atau keluarganya ke Panitera Pengadilan Negeri dengan Formulir penyetoran yang dikeluarkan oleh Penyidik
·         Bukti setoran dibuat rangkap 3, selembar untuk arsip panitera, selembar dibawa oleh yang menyetorkan, selembar lagi dikirim oleh panitera untuk penyidik
·         Berdasarkan tanda bukti penyetoran uang tersebut, maka penyidik kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penangguhan Penahanan

Demikian proses penangguhan penahanan dengan Jaminan uang yang dapat saya jelaskan, kiranya dapat memberi pencerahan. Terimakasih.

Tindakan debtcollektor bayaran Adira Finance yang telah menimbulkan Korban pada masyarakat

AKIBAT PELECEHAN HUKUM OLEH TINDAKAN ADIRA FINANCE CAB. KOTA Solok yang menggunakan jasa debtcollektor dalam penarikan unit motor Nasabah, telah Menyebabkan masyarakat Solok menjadi korban


KOTA SOLOK,SUMATERA BARAT- LEMBAGA PEMBIAYAAN/LESING ADIRA FINANCE cabang kota solok menarik kendaraan nasabah dengan menyewa jasa debtcollektor yang jelas menyalahi aturan dan hukum yang berlaku, pelanggaran terhadap kesepakatan  fidunsia yang mengatur prosedur penarikan kendaraan milik konsumen, tapi Anehnya Yang terjadi selama ini, aturan-aturan dan perundangan yang berlaku hanya dipandang sebelah mata oleh pihak Adira finance, dengan hanya memikirkan keuntungan, yang tanpa mengindahkan masyarakat yang sudah menjadi korban oleh sebab tindakan debtcollektor bayaran mereka


Masyarakat yang merasa dirugikan oleh Adira finance cabang kota solok beberapa waktu lalu, menerangkan kalau unit motornya diambil dengan cara sepihak oleh kolektor bayaran Adira finance, tanpa menunjukan sertifikat fidusia, pengambilan motor tanpa surat eksekusi dari pengadilan, dan juga tidak dilengkapi dengan surat untuk melakukan penarikan yang sudah diatur dalam per-undangan dan kesepakatan Fidusia, ini sudah jelas melanggar hukum dan mengakibatkan kerugian pada masyarakat

Pengambilan motor oleh debtkolektor bayaran ADIRA FINANCE cab. Kota Solok yang sudah tidak lagi mematuhi dan menghormati hak konsumen yang dilindungi oleh UUPK itu, sudah semakin meresahkan dan berdampak buruk bagi masyarakat karena mengakibatkan adanya korban

Kejadian pada hari minggu tanggal 15 juli 2018 dibalai selayo itu, rosmaniar (60) yang bermaksud pergi belanja ke toko grosir simpang selayo bersama dengan PUJA (13) anaknya yang masih duduk dibangku kelas satu SMP, "kejadian Minggu itu saya merasa sangat bersalah kepada sentosa (55), motornya diambil debtkolektor Adira itu diwaktu saya meminjamnya, motor saya pinjam untuk pergi belanja isi warung saya ke toko grosiran balai selayo,yang ditemani Puja(13) saat itu, tapi ketika saya hendak parkir datang dua orang menghampiri kami, yang mengaku sebagai debtkolektor ADIRA FINANCE dan mereka menanyakan keberadaan pemilik motor yang saya pinjam ini, lalu saya bilang sama mereka kalau motor ini saya pinjam sebentar kepada SENTOSA dan sekarang dia lagi menunggu di rumah saya

Dengan cara membujuk-rayu korban agar unit motor itu bisa sampai ke kantor Adira finance cab. Kota solok yang beralamat di jl.pandan ujung kota Solok, akhirnya dengan alasan " saya mau minta tolong titip surat sama ibu untuk si pemilik motor yang ibu pinjam ini, sdr Sentosa (55), dan surat nya ada dikantor,  mari ibu ikut kami untuk mengambil surat itu dikantor ADIRA kota solok yang beralamat di pandan buk " ucap debtkolektor itu dengan terus merayu Rosmaniar (60) dan Puja (13) yang masih duduk dibangku kelas satu SMP itu

Tapi Setelah sampai dikantor, debtcolektor tersebut langsung mengambil kunci motor dari tangan puja, Puja yang masih dibawah umur itu pun ketakutan dan dipaksa untuk menandatangani surat, setelah motor berhasil diambil, yang sangat memprihatinkan adalah ROSMANIAR (60) dan PUJA (13) yang sejak sore menunggu surat itu sampai malam hari,  harus pulang ke rumah dengan berjalan kaki

Dari kantor Adira di pandan ujung berjalan Sampai di depan kantor pegadaian kota solok, dia pun pingsan, karena faktor usia yang sudah lanjut serta perut kosong yang dari sore hingga malam hari tapa bisa melakukan sholat dan makan, ternyata titipan surat hanya modus mereka yang hanya niat untuk mengambil motor pinjaman itu

Afridhoni, selaku ketua Perwakilan Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) KOTA SOLOK sudah mencoba beberapa kali datang ke-kantor Adira finance cab. kota solok untuk meminta keterangan, untuk memediasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan ini

Tapi pihak Adira yang terkesan seperti Kebal hukum, karena mereka mungkin beranggapan dengan tindakan membayar jasa collektor itu selalu dibenarkan oleh mereka dalam hal melakukan penarikan,
" Tapi Menurut saya dengan adanya UUPK (Undang-Undang perlindungan Konsumen) dan peraturan mentri keuangan serta aturan dari kemenkum-ham, pihak Adira finance cab. Kota solok harus bertanggung jawab dengan perbuatannya yang sudah sengaja melakukan pelanggaran dengan cara membayar jasa debtcollektor sampai menimbulkan korban serta merugikan nasabah/konsumen,
Adira Finance cabang kota solok dengan sengaja tidak mematuhi aturan yang ditetapkan oleh lembaga/badan pembuat UU serta para penegak hukum setempat " jelas ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia kota solok







AKIBAT PELECEHAN HUKUM OLEH TINDAKAN ADIRA FINANCE CAB. KOTA Solok yang menggunakan jasa debtcollektor dalam penarikan unit motor Nasabah, ...