JANGAN GEMETARAN DENGAN MATRAI
WARSITO, SH., M.Kn.
Dosen Spesialis Hukum Perdata, Universitas Satyagama Jakarta,
Alumni Magister Kenotariatan UI
Mengapa banyak orang yang gemetaran ketika tanda tangan diatas materai?.
IMAGE MATRAI BARU :
Mereka tidak dapat dipesalahkan karena belum memahami sepenuhnya apa kegunaan materai. Benda yang bernama meterai sudah dikenal keseharian oleh khalayak umum. Bahkan, diantara kita banyak yang sudah mempergunakan untuk keperluan alat pembuktian, baik perjanjian yang dibuat dibawah tangan, maupun perjanjian yang sifatnya dalam bentuk otentik. Sayangnya, khalayak umumnya masih banyak beranggapan, jika orang sudah membubuhi tanda tangan diatas meterai dalam bentuk perjanjian/kontrak, sudah memiliki pembuktian yang kuat dan sah. Bahkan banyak yang ketakutan diantara mereka ketika membubuhkan tanda tangan diatas meterai padahal, fungsi meterai tidak sekuat apa yang mereka kira. Berdasarkan UU No 13/85 tentang Bea Meterai, fungsi meterai hanyalah untuk membayar pajak kepada Negara, bukan menentukan sah atau tidaknya, apalagi menentukan kuat tidaknya perjanjian.
FUNGSI MATRAI :
Berdasarkan Pasal 2 UU No 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, Bea Meterai dikenakan antara lain, untuk keperluan: surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata; akta-akta notaris termasuk salinannya; akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya; surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Agar kontrak atau perjanjian memilki kekuatan pembuktian yang sempurna maka harus memenuhi syarat-syarat akta otentik sebagai berikut: bentuknya ditentukan oleh UU; dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum; jurisdiksi wilayah kewenangan pejabat tersebut (Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/KUHPerdata). Apabila syarat-syarat itu sudah terpenuhi, maka konsekuensinya kontrak atau perjanjian memiliki pembuktian sempurna apa yang termuat didalamnya. Jadi meterai tidak menentukan sah atau tidaknya suatu perjanjian, melainkan hanya kewajiban untuk membayar pajak kepada negara.
SAH NYA PERJANJIAN :
Syarat-syarat sahnya perjanjian diatur didalam Pasal 1320 KUHPerdata: kesepakatan; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu; dan oleh sebab yang halal. Syarat kesepakatan dan kecakapan dikelompokkan sebagai syarat subyektif. Konsekuensinya, jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Berikutnya, suatu hal tertentu, dan oleh sebab yang halal, digolongkan menjadi syarat obyektif. Konsekuensinya, jika syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum atau batal dengan sendirinya (null and void) dianggap tidak pernah ada. Jika syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata telah terpenuhi, maka perjanjian tersebut mengikat sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya, harus ditaati, dijunjung tinggi, dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar